Showing posts with label Pusuk Buhit. Show all posts
Showing posts with label Pusuk Buhit. Show all posts

Tuesday, September 2, 2014

Tano Batak

STORY BEHIND PUSUK BUHIT




Pusuk buhit adalah sebuah gunung tinggi sisa dari letusan Gunung Toba Purba yang maha dahsyat. Letusan gunung ini tercatat sebagai yang paling besar sepanjang sejarah dunia. Tercatat sedikitnya 4 kali Gunung Toba Purba meletus untuk kapasitas yang cukup besar. Masing-masing terjadi pada 800.000, 300.000, 75.000 dan 45.000 tahun lalu. Tiap kali ia meletus, memunculkan kaldera-kaldera baru. Letusan pertama menciptakan kaldera di wilayah selatan yakni Kaldera Porsea-Balige. Letusan kedua melahirkan kaldera di utara, yakni Kaldera Haranggaol. Letusan ketiga menimbulkan Kaldera Sibandang dengan Pulau Samosir. Letusan terakhir memunculkan Kaldera Bakkara dengan Pulau Simamora sebagai lubang magmanya.

Pusuk Buhit berada di Kecamatan Sianjur Mula-mula. Bagi masyarakat Batak, khususnya Toba, gunung setinggi 1.800 mdpl ini, sangat disakralkan, karena dianggap sebagai muasal nenek moyang orang Batak ribuan tahun silam.

Menurut foklor, di gunung inilah pertama kali, Deak Parujar, yang menurut keyakinan tradisi merupakan dewi penciptaan orang Batak, memulai menciptakan kehidupan. Ia pun menurunkan generasi selanjutnya yakni Si Raja Batak. Si Raja Batak inilah yang kemudian dianggap generasi awal dimulainya peradaban modern masyarakat Batak.

Si Raja Batak mulanya membuka kampung di Sigulatti, punggung Pusuk Buhit. Situs perkampungannya itu masih bisa dilihat sampai sekarang yakni, berupa rumah adat Batak yang konon dibangun oleh pemerintah atas prakarsa masyarakat dan lembaga adat-budaya.

Selanjutnya Si Raja Batak membuka perkampungan baru, tepat di kaki Gunung Pusuk Buhit. Kampung itu disebut Sianjur Mula-mula, yang kini telah berkembang menjadi kecamatan.

Sebagaimana perannya dalam kebudayaan masyarakat lokal, banyak cerita menarik yang ada di Pusuk Buhit. Sampai saat ini, kisah-kisah itu terpelihara dengan baik dan sebagian besar di antaranya bahkan masih disakralkan.






Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 km dan lebar 30 km. Danau ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Saat Letusannya yang terakhir (74.000 tahun yang lalu) menyebabkan kematian massal dan sejumlah spesies punah. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini menyusutkan jumlah manusia sampai 60% dari jumlah manusia saat itu. Bahkan Debu vulkaniknya ditemukan di 2100 titik di seluruh dunia dan yang paling mengejutkan salah satu titik itu berada di Kutub Utara.




Gunung toba telah meletus 3 kali :

1. Letusan pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun yang lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera di sebelah selatan Danau Toba, meliputi Porsea dan Parapat.
2. Letusan kedua, yang punya kekuatan lebih kecil, terjadi 500 ribu tahun yang lalu. Letusan ini membentuk kaldera di sebelah utara Danau Toba. Tepatnya diantara Silalahi dengan Haranggaol.
3. Letusan ketiga, inilah yang paling dahsyat. Terjadi sekitar 74 Ribu tahun yang lalu, menghasilkan kaldera yaitu Danau Toba dan Pulau Samosir ditengahnya.



Apabila kita berkunjung ke Sumatera Utara, tentunya banyak sekali budaya Batak yang dapat kita jumpai. Sebahagian besar budaya tersebut hingga kini masih dipertahankan oleh masyarakat Batak sebagai warisan tradisi dari leluhur etnis Batak di masa lampau. Budaya-budaya tersebut tak hanya populer di Sumatera Utara saja, bahkan tak jarang budaya-budaya tersebut pun banyak menarik minat para wisatawan dari Indonesia maupun wisatawan dari berbagai belahan dunia untuk mempelajarinya.




Ya, bermacam-macam budaya Batak pun telah menghiasi daftar destinasi pariwisata di Sumatera Utara sebagai wisata budaya yang ‘wajib’ dikunjungi apabila berada di Sumatera Utara. Di tengah eksotisme budaya Batak, ternyata budaya Batak juga tidak terlepas dari unsur-unsur yang mengandung nilai-nilai historis dari masa ke masa. Sehingga kini hal tersebut menjadi sebuah alasan masyarakat Batak untuk tetap mempertahankannya sebagai identitas budaya yang telah ada sejak masa dahulu.

Salah satu budaya Batak yang cukup populer adalah Solu Bolon. Pernahkah Anda mendengar nama tersebut ? Bagi Anda yang pernah berkunjung ke Danau Toba tentunya Anda pernah mendengar nama benda yang satu ini. Solu Bolon adalah sebuah alat transportasi khas Batak berupa perahu yang ukurannya sangat besar dan di dalamnya mampu menampung puluhan orang.

Solu Bolon ini merupakan perahu yang digunakan oleh masyarakat Batak pada masa dahulu sebagai sarana untuk melakukan berbagai kegiatan. Mulai dari kegiatan berlayar dalam sebuah kelompok, mencari nafkah hingga kegiatan-kegiatan lainnya. Selain itu Solu Bolon ini juga menjadi transportasi angkutan penyeberangan bagi masyarakat Batak yang menjadi perantauan dari Pulau Samosir. Namun, uniknya pada masa dahulu seorang perantauan yang akan pergi meninggalkan Pulau Samosir akan di iringi oleh berbagai kesenian adat Batak serta tradisi sakral agar perjalanannya di berkahi.

Tak hanya itu, Solu Bolon ini juga menjadi sarana terpenting bagi kehidupan masyarakat Batak pada masa dahulu, terutama bagi tokoh-tokoh penting yang memimpin sebuah perkumpulan masyarakat Batak. Bahkan menurut sejarah, yang mempunyai Solu Bolon ini bukanlah sembarang orang, sebab hanya orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam suatu komunitas saja yang mempunyai Solu Bolon ini. Sehingga tampaknya Solu Bolon ini adalah sarana transportasi termegah di masa dahulu yang sangat diagung-agungkan oleh masyarakat.

Salah satu tokoh penting yang mempunyai Solu Bolon ini adalah Raja Sisingamangaraja XII. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, Raja Sisingamangaraja XII adalah salah satu pahlawan nasional dari Tanah Batak yang pernah berjasa dalam upaya perlawanan kepada kolonial Belanda yang kala itu ingin menguasai Tanah Batak, bahkan Raja Sisingamangaraja XII sendiri merupakan seorang petinggi yang sangat disegani oleh rakyatnya karena kepiawaiannya dalam memimpin dan mengatur strategi perang.

Solu Bolon yang di miliki oleh Raja Sisingamangaraja XII jumlahnya ada puluhan dan semuanya memiliki panjang sekitar 20 meter dengan diameternya yang sangat lebar. Diantaranya puluhan Solu Bolon yang dimiliki Raja Sisingamangaraja XII ada sekitar 40 buah Solu Bolon yang pernah digunakannya sebagai sarana untuk melakukan perlawanan kepada kolonial Belanda ketika membawa pasukannya dari Pulau Samosir menuju Kota Balige.

Solu Bolon ini terbuat dari kayu yang berkualitas tinggi, sehingga tidak mudah rusak ketika menggunakannya. Dengan warna coklat tua yang menghiasi setiap sisinya, Solu Bolon ini juga dipenuhi dengan arsitektur-arsitektur Batak yang menghiasi di hampir seluruh bagiannya. Arsitektur tersebut diyakini mempunyai filosofis tersendiri dalam kepercayaan masyarakat Batak, sehingga arsitektur yang ada pada satu perahu hampir sama dengan perahu yang lainnya, sehingga arsitektur itu sendiri menjadi ciri khas dari Solu Bolon.

Kemegahan yang ada dalam perahu ini pun ternyata menjadikannya sangat ekslusif dibandingkan benda-benda bersejarah lainnya. Hal tersebut dikarenakan Solu Bolon ini hanya dibuat beberapa buah saja, sehingga apabila dihitung jumlah perahu ini sangat minim bahkan hingga kini pun jumlahnya tinggal beberapa buah saja.

Salah satunya adalah Solu Bolon yang terdapat di Museum Huta Bolon Simanindo, Pulau Samosir. Solu Bolon yang ada di museum ini dahulunya ada milik seorang petinggi yang pernah berkuasa dalam satu perkampungan di Tanah Batak, dan tampaknya Solu Bolon di Museum Huta Bolon ini masih dirawat dengan sangat baik oleh pihak-pihak museum.

Seiring dengan berkembangnya zaman, maka keberadaan Solu Bolon ini pun menjadi budaya tersendiri yang mempunyai nilai-nilai sejarah dalam tradisi etnis Batak di masa dahulu. Sehingga kini keberadaan Solu Bolon semakin dilestarikan oleh masyarakat Batak. Selain di Museum Huta Bolon Simanindo, Anda pun kini dapat melihat Solu Bolon di beberapa tempat lainnya seperti di Kompleks Museum Sisingamangaraja XII di Kota Balige.

Solu Bolon yang ada di kompleks tersebut adalah Solu Bolon yang dimiliki oleh Raja Sisingamangaraja XII, yang cukup populer di masa dahulu. Bahkan, kini Anda pun juga dapat melihat Solu Bolon yang digunakan secara langsung. Tepatnya pada pergeleran akbar Pesta Danau Toba yang diadakan setiap setahun sekali di Kabupaten Simalungun.

Di dalam rangkaian prosesi acara, terdapat sebuah pertandingan lomba Solu Bolon yang biasanya di ikuti oleh beberapa kelompok pemuda dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan Solu Bolon agar tidak hilang seiring dengan berkembangnya zaman, khususnya memberikan pengenalan kepada generasi muda bahwasanya Solu Bolon adalah bagian dari sejarah dan budaya etnis Batak.




Salah satu kuliner yang sangat terkenal dan populer di Sumatra Utara adalah Naniarsik. Naniarsik sendiri adalah ikan mas yang tidak dibuang sisiknya yang dimasak seperti gulai namun tanpa menggunakan santan kelapa. Bumbu arsik sangat khas, mengandung beberapa komponen yang khas dari wilayah pegunungan Sumatera Utara, seperti andaliman dan asam cikala (buah kecombrang), selain bumbu khas Nusantara yang umum, seperti lengkuas dan serai. Bumbu-bumbu yang dihaluskan dilumuri pada tubuh ikan beberapa saat. Ikan kemudian dimasak dengan sedikit minyak dan api kecil hingga agak mengering.



Sebenarnya, Naniarsik dan Natinombur sudah menjadi kuliner khas masyarakat Suku Batak di hampir seluruh wilayah Provinsi Sumatra Utara, terutama mereka yang menetap di sekitar danau di mana komoditas ikan air tawar menjadi salah satu potensi andalannya. Salah satu daerah di tanah Batak yang dikenal sebagai tempat asal Naniarsik dan Natinombur adalah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Naniarsik memang sangat lekat dengan adat Batak. Jenis kuliner ini masih menjadi salah satu rangkaian ritual dalam beberapa upacara adat khas Batak, termasuk ketika penyelenggaraan pernikahan adat Batak. Bahkan, di balik hadirnya Naniarsik terkandung filosofi bijak yang pasti sangat bermanfaat bagi kehidupan baru yang akan ditempuh oleh kedua mempelai.

Di masa sekarang, masakan Naniarsik biasanya menggunakan ikan mas. Namun, sebenarnya bahan ikan yang dipakai untuk membuat masakan ini pada zaman dahulu adalah jenis ikan yang disebut ”ihan” atau dikenal juga sebagai ”ikan Batak”. Ikan yang satu ini hanya bisa ditemukan di tempat-tempat tertentu, seperti di Danau Toba atau di hulu Sungai Asahan. Namun, saat ini populasi ikan ”ihan” sudah sangat langka sehingga sering diganti dengan ikan mas sebagai bahan untuk membuat Naniarsik.

Rasa ikan ”ihan” memang manis dan khas karena ikan yang sudah jarang ditemukan ini mempunyai habitat hidup di air yang jernih. Selain itu, ikan ”ihan” biasanya hidup beriringan, bersama-sama, atau berkelompok. Oleh karena itu, ikan ini lantas diabadikan menjadi masakan Naniarsik yang kemudian menjadi simbol dalam upacara pernikahan adat Batak. Harapannya adalah kedua mempelai pengantin akan selalu beriringan dan bersama-sama dalam menjalani kehidupan hingga akhir hayat.



Berkunjung ke Brastagi tidak lengkap rasanya tanpa mengunjungi pasar buah yang terletak di daerah tugu perjuangan. Pasar ini menjual berbagai macam aneka buah-buahan khas kota Brastagi. Tidak hanya buah-buahan disini juga menjual bunga dan beberapa barang lainnya seperti halnya pasar pada umumnya. Buah yang banyak ditemui disini diantaranya adalah terong belanda, markisa, pepino dan jika sedang beruntung kita akan menemui buah yang jarang sekali ada karena buah ini sudah sedikit langka yaitu buah biwa. Biwa ini seperti anggur tapi berwarna kekuningan dan harganyapun sangat mahal. Pasar Buah Berastagi ini merupakan pasar buah paling sibuk di Sumater Utara, setiap hari ada saja pelancong / wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Pasar Buah Brastagi ini juga sangat bersih dan rapi. Jika ingin membeli oleh-oleh khas dari Brastagi tidak ada salahnya untuk mengunjungi pasar ini atau hanya sekedar jalan-jalan sore menikmati udara sejuk di kota ini.




 
Design by Jery Tampubolon | Bloggerized by Jery - Rhainhart Tampubolon | Indonesian Humanis