Showing posts with label Hukum & Politik. Show all posts
Showing posts with label Hukum & Politik. Show all posts

Monday, April 24, 2017

Allan Nairn: Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar

Investigasi tentang persekutuan para jenderal mendongkel Jokowi lewat kasus Al-Maidah.
tirto.id - Rekan-rekan Donald Trump di Indonesia telah bergabung bersama para tentara dan preman jalanan yang terindikasi berhubungan dengan ISIS dalam sebuah kampanye yang tujuan akhirnya menjatuhkan Presiden Joko Widodo. Menurut beberapa tokoh senior dan perwira militer dan intelijen yang terlibat dalam aksi yang mereka sebut sebagai "makar", gerakan melawan Presiden Jokowi diorkestrasi dari belakang layar oleh beberapa jenderal aktif dan pensiunan.

Pendukung utama gerakan makar ini termasuk Fadli Zon, Wakil Ketua DPR-RI dan salah satu penyokong politik Donald Trump; dan Hary Tanoesoedibjo, rekan bisnis Trump yang membangun dua Trump Resort, satu di Bali dan satu di dekat Jakarta (di Lido, Jawa Barat).
CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo dan Komisaris PT MNC Land Tbk Liliana Tanoesoedibjo berfoto bersama Donald J. Trump New York, AS. (Dok. MNC Group)
Laporan tentang gerakan menjatuhkan Presiden Jokowi ini disusun berdasarkan sejumlah wawancara dan dilengkapi dokumen dari internal tentara, kepolisian, dan intelijen yang saya baca dan peroleh di Indonesia, juga dokumen Badan Keamanan Nasional AS (NSA) yang dibocorkan Edward Snowden. Banyak sumber dari dua belah pihak yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya. Dua dari mereka mengungkapkan kekhawatiran atas keselamatan mereka.
Photo: Beawiharta/Reuters


Usaha Makar

Protes besar-besaran muncul menjelang Pilgub DKI Jakarta 2017. Mereka menuntut petahana Gubernur Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama dipenjara atas tuduhan penistaan agama. Dengan pendanaan yang baik dan terorganisir, demonstrasi berhasil mengumpulkan ratusan ribu di jalanan Jakarta.

Dalam perbincangan dengan tokoh-tokoh kunci gerakan perlawanan terhadap Ahok, diketahui kasus penistaan agama ini hanya dalih untuk tujuan yang lebih besar: menyingkirkan Joko Widodo dan mencegah tentara diadili atas peristiwa pembantaian sipil 1965—pembunuhan massal oleh militer Indonesia dan didukung pemerintah AS. Aktor utama dalam 'serangan pembuka' yang berperan sebagai penyuara dan pendesak adalah Front Pembela Islam (FPI), yang diketuai Rizieq Shihab. Bersama Rizieq, dalam rantai komando, ada juru bicara dan Ketua Bidang Keorganisasian FPI, Munarman, serta Fadli Zon.

Munarman, yang sempat terekam hadir dalam pembaiatan massal kepada ISIS dan Abu Bakar al-Baghdadi, adalah pengacara yang bekerja untuk Freeport McMoran, yang saat ini dikendalikan oleh Carl Icahn, sahabat Donald Trump. Meski koneksi Trump tampak penting dalam plot makar ini, belum diketahui apakah Trump atau Icahn punya hubungan langsung. Sementara Munarman tidak menanggapi permintaan komentar untuk artikel ini.

Arsip Edward Snowden menyimpan banyak dokumen terkait FPI. Termasuk di dalamnya dokumen yang menuliskan bahwa kepolisian Republik Indonesia tak berani menangkap FPI karena takut serangan balik, dan dokumen lain yang memaparkan FPI adalah cabang dari Jemaah Islamiyah, jaringan jihad yang terlibat dalam Bom Bali tahun 2002, dan dokumen pengiriman senjata api dari Kepolisian Republik Indonesia untuk latihan anggota FPI Aceh. NSA dan Gedung Putih tak merespons tulisan ini.

Sementara gerakan protes besar-besaran yang digelar FPI berlangsung selama enam bulan terakhir, saya mendapatkan informasi yang rinci dari lima laporan internal intelijen Indonesia. Laporan-laporan itu disusun oleh tiga agen pemerintah Indonesia. Seluruhnya dikonfirmasi oleh sedikitnya dua tokoh militer, intelijen, atau staf istana.

Salah satu laporan menyatakan bahwa gerakan ini sebagian didanai Tommy Soeharto—anak diktator Soeharto—yang pernah masuk bui gara-gara menembak mati hakim yang memvonisnya bersalah. Sumbangan finansial Tommy juga diakui oleh Jenderal (Purn) Kivlan Zen. Kivlan sendiri, yang membantu FPI memimpin protes besar-besaran di Jakarta pada November 2016, sedang menghadapi ancaman penjara dengan tuduhan makar. Ia juga bekas pemimpin tim kampanye Prabowo dalam pemilu 2014.

Laporan lain menyatakan sebagian dana berasal dari Hary Tanoe, miliuner rekanan bisnis Donald Trump. Para tokoh penting gerakan protes itu—beberapa di antaranya saya temui pada Jumat silam (14/4)—berkali-kali menekankan kepada saya bahwa Hary adalah salah satu pendukung mereka yang terpenting. Mereka berharap Hary dapat jadi penghubung antara Prabowo dan Trump.

Manimbang Kahariady, seorang pejabat Partai Gerindra, mengaku ia berjumpa Hary tiga hari sebelum pertemuan kami. Ia dan tokoh-tokoh gerakan yang lain yakin bahwa Hary memberitahu Trump mengenai pentingnya mendukung mereka dan menyingkirkan lawan-lawan mereka, dan itu dimulai dari Ahok.

Tommy Soeharto tak dapat dihubungi untuk dimintai keterangan. Harry Tanoe menolak berkomentar.

Laporan ketiga menyatakan sebagian dana gerakan FPI berasal dari mantan presiden dan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)—informasi yang membikin jengkel Presiden Jokowi ini terbongkar kepada khalayak dan kemudian ditanggapi SBY dalam mode marah. SBY langsung menyatakan itu dusta belaka dan pemerintah telah menjahatinya dengan cara menyadap teleponnya.

Tujuh staf intelijen/militer aktif dan pensiunan menyatakan kepada saya bahwa SBY memang menyumbang untuk aksi protes FPI, tetapi menyalurkannya secara tidak langsung. Salah satu informan tersebut adalah Laksamana (Purn) Soleman B. Ponto—bukan pendukung gerakan makar—mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan penasihat aktif Badan Intelijen Negara (BIN). "SBY menyalurkan bantuannya lewat masjid dan sekolah," kata Soleman.

Hampir semua pensiunan tentara dan sebagian tokoh militer, menurut Soleman, mendukung tindakan SBY tersebut. Ia mengetahui hal ini karena—selain keterlibatannya di dunia intelijen—jenderal-jenderal pro makar adalah rekan dan kawan-kawannya, banyak di antara mereka berhimpun dalam grup WhatsApp "The Old Soldier".

Menurut Soleman, para pendukung gerakan makar di kalangan militer menganggap Ahok cuma pintu masuk, gula-gula rasa agama buat menarik massa. 

"Sasaran mereka yang sebenarnya adalah Jokowi," katanya.

hoto: Agoes Rudianto/Anadolu Agency/Getty Images

Caranya tentu bukan serangan langsung militer ke Istana Negara, melainkan "kudeta lewat hukum", mirip-mirip kebangkitan rakyat yang menggulingkan Soeharto pada 1998. Hanya, kali ini publik tidak berada di pihak pemberontak—dan tentara nasional Indonesia, alih-alih melindungi Presiden, lebih senang ikut menggerogotinya.

"Makar ini bakal kelihatan seperti pertunjukan People Power," ujar Soleman. "Tetapi karena semuanya sudah ada yang mengongkosi, militer tinggal tidur," dan presiden sudah terjengkang saat mereka bangun.

Skenario lain: Aksi-aksi protes yang dipimpin FPI bakal menggelembung kelewat besar, membikin Jakarta dan kota-kota lain kacau-balau, lalu militer datang dan menguasai segalanya atas nama menyelamatkan negara. Kemungkinan penuh kekerasan ini dibicarakan secara rinci oleh Muhammad Khaththath, Sekjen Forum Umat Islam, dan Usamah Hisyam saat saya bertemu mereka Februari lalu (Usamah adalah penulis biografi SBY berjudul SBY: Sang Demokrat).

Lebih dari urusan keagamaan, menurut mereka, masalah terbesar Indonesia saat ini adalah komunisme gaya baru, dan militer harus siap turut campur dan menggembalakan keadaan karena Indonesia belum cukup dewasa untuk demokrasi. Jokowi, kata mereka, menyediakan lahan bagi komunisme dan satu-satunya organisasi yang cukup kuat buat menghadapi komunisme ialah tentara nasional.

Mereka mengaku sudah punya daftar orang-orang komunis di Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah yang mereka incar. Di lapangan, mereka mengikuti panduan taktik dan strategi dari seorang jenderal antikomunis yang bekerja bersama mereka. Tentara hanya mungkin ikut campur bila ada kekacauan. Dalam keadaan damai, mereka tak dapat berbuat apa-apa.

Khaththath dan Usamah berkata kepada saya bahwa mereka tidak menginginkan pertumpahan darah. Mereka ingin kudeta damai, tetapi juga menekankan, dalam beberapa pekan ke depan, bakal ada revolusi oleh umat. Istana ketakutan, kata mereka.

Setelah Khaththath ditangkap polisi dengan tuduhan makar, Usamah mengirimkan pesan kepada saya bahwa kini ia mengambil kendali perjuangan di lapangan—sebagaimana  peran Khattath setelah imam besar FPI Rizieq Shihab digembosi skandal seks dan masalah-masalah lain.

1965, Lagi

Segera setelah wawancara kami selesai, saya menerima dokumen dari seorang perwira militer, yang bisa dianggap sebagai template untuk komentar-komentar Khaththath dan Usamah tentang aksi-aksi jalan. Berjudul “Analisis Ancaman Komunis Gaya Baru di Indonesia”, dokumen ini ialah rangkaian salindia powerpoint yang digunakan sebagai materi pelatihan ideologis di tangsi-tangsi militer seantero Indonesia.

Komunisme Gaya Baru, disingkat KGB, adalah sebuah konsep yang mengisahkan ancaman komunis melalui cerita-cerita tentang sosok Stalin, Pol Pot, dan Hitler—dan tampaknya ancaman ini cukup luas sampai-sampai mencakup siapa pun yang mengkritik TNI.

Mengacu pada kebijakan yang dituding berwatak komunis seperti “program kesehatan dan pendidikan gratis,” dokumen itu mencela “pluralisme dan keragaman dalam sistem sosial” sebagai ancaman khas “KGB” yang sedang pasang di Indonesia. Dengan menggunakan teknik penilaian ancaman (threat assessment techniques) yang diambil dari nukilan-nukilan doktrin dan teks intelijen Barat—kadang ditulis dalam bahasa Inggris—dokumen ini memperingatkan kaum komunis “sedang memisahkan tentara dari rakyat” dan “memanfaatkan isu-isu hak asasi manusia dan demokrasi, seraya memosisikan diri sebagai korban demi meraih simpati.”

Pernyataan tentang korban-korban pelanggaran HAM jelas merujuk pada tokoh-tokoh seperti Munir Said Thalib, teman saya, seorang pembela keadilan sosial yang brilian, yang dibunuh pada 2004 dengan dosis besar arsenik yang menyebabkan ia muntah sampai mati dalam sebuah penerbangan ke Amsterdam; atau korban pembantaian 1965 yang berjumlah sekitar satu juta warga sipil, yang dibunuh oleh tentara dengan dukungan AS dalam rangka mengonsolidasikan kekuasaan setelah percobaan kudeta.

Ihwal pembantaian 1965 muncul ketika saya berbincang dengan Jenderal (Purn) Kivlan Zen, yang mengatakan jika Jokowi menolak tunduk pada keinginan tentara, taktik serupa bisa dikerahkan lagi.

Sebagaimana banyak pejabat yang sempat berbincang dengan saya, Kivlan menyatakan gerakan jalanan yang didukung tentara dan krisis saat ini buntut dari Simposium 1965, yang memungkinkan penyintas dan keturunan korban '65 untuk membicarakan secara terbuka atas apa yang telah menimpa mereka dan menceritakan bagaimana orang-orang yang mereka cintai meninggal. 

Bagi sebagian besar tentara, simposium itu adalah kekurangajaran yang tak bisa diterima dan dengan sendirinya menjustifikasi gerakan kudeta. Seorang jenderal mengatakan kepada saya, yang paling membuat marah rekan-rekannya adalah karena simposium itu “menyenangkan korban.” Simposium itu, tentu saja, tidak ada hubungannya dengan Gubernur Ahok atau persoalan agama mana pun, melainkan soal tentara dan kejahatannya.

“Kalau bukan karena Simposium itu, gerakan seperti sekarang ini tidak akan ada,” kata Kivlan. “Sekarang komunis sedang bangkit lagi,” keluh Kivlan. ”Mereka ingin mendirikan partai komunis baru. Para korban '65, mereka semua menyalahkan kami.... Mungkin kita akan lawan mereka lagi, seperti tahun '65.”

Saya terkejut dengan pernyataan itu. Saya ingin memastikan saya tidak keliru mendengarnya.

“Bisa saja terjadi, '65 bisa terulang lagi,” ulang Kivlan.

Alasannya?

“Mereka mencari keadilan yang setimpal.”

Dengan kata lain, Kivlan sedang membangkitkan momok baru pembantaian massal jika korban tidak berusaha melupakan. Kivlan menjelaskan secara rinci mengapa kudeta '65 dibenarkan. Dia mengatakan presiden yang digulingkan, Sukarno, yang saat itu ‘ditawan’ oleh tentara, telah memberikan perintah kepada angkatan bersenjata untuk mengambil alih kekuasaan. Dan parlemen telah “menyerahkan kekuasaan” kepada Angkatan Bersenjata.

Saya bertanya, mungkinkah itu terjadi lagi sekarang?

“Bisa saja,” jawabnya. “Tentara bisa bergerak lagi sekarang, seperti Soeharto di era itu.”

Kivlan mengatakan kepada saya bahwa Juli lalu, setelah Simposium, Jokowi mengunjungi markas TNI dan menyatakan kepada para jenderal yang berkumpul saat itu bahwa “ia tidak akan meminta maaf kepada PKI.”

“Jika Jokowi tetap berada di jalur itu"—sikap tidak meminta maaf—"Dia tidak akan digulingkan. Dia akan selamat. Tapi jika dia meminta maaf: [dia] Selesai, tamat,” kata Kivlan.

Saya ingin memastikan kembali apakah dia benar-benar mengatakan bahwa tentara akan bertindak seperti di tahun '65 lagi.

“Ya, untuk mengamankan situasi, termasuk seperti tindakan di tahun '65.”

No say surrender,” pungkasnya, dalam bahasa Inggris.

Meskipun Kivlan dipandang sebagai golongan yang cenderung ideologis di antara para jenderal, perlu dicatat bahwa banyak rekannya mulai kasak-kusuk menggulingkan Jokowi sekalipun Jokowi tidak meminta maaf. Dalam hal ini, Kivlan termasuk dalam sayap moderat. Yang luar biasa, usulan minta maaf kepada korban ternyata cukup membuat para jenderal kebakaran jenggot untuk menggulingkan presiden.

Kivlan sering disebut-sebut sebagai salah satu orang yang berjasa menciptakan FPI setelah Soeharto jatuh. Dalam percakapan kami, Kivlan membantah ikut bertanggung jawab merancang FPI, tapi dia terus membahas secara rinci bagaimana kelompok tersebut hanyalah salah satu contoh yang lebih luas dari strategi tentara dan polisi untuk menciptakan kelompok-kelompok sipil binaan—yang kadang bercirikan Islam, kadang tidak—yang dapat digunakan untuk menyerang para pembangkang seraya mencuci tangan aparat.

Kivlan menyatakan bahwa beberapa hari sebelum demonstrasi besar-besaran di Jakarta pada 4 November 2016, ia menerima pesan teks dari Mayjen (Purn) Budi Sugiana yang memintanya “untuk ikut serta dan mengambil alih gerakan 411.”

Misinya, kata Kivlan, “untuk menyelamatkan Indonesia,” dengan bergabung bersama pemimpin FPI Habib Rizieq di atas mobil komando selama demonstrasi, karena “mereka butuh orang untuk mengambil alih massa [di luar istana], seandainya [Rizieq] ditembak dan mati.”

Pada Desember 2016, Kivlan ditangkap polisi atas tuduhan menggulingkan Jokowi. Namun, ketika kami berbincang pada akhir Februari, dia tetap saja bebas dan bahkan melancong ke luar negeri. Dia malah menyatakan sedang melaksanakan suatu misi untuk Jenderal Gatot Nurmantyo, Panglima TNI saat ini, yakni berupaya membebaskan para sandera Indonesia di Filipina.

Soal pertanyaan siapa yang diam-diam membekingi gerakan tersebut dan siapa yang betulan “komunis”, Kivlan berbicara secara on-the-record dan off-the-record, secara persis dan umum. Karakterisasinya atas sikap kawan-kawannya sesama jenderal sangat berkaitan erat dengan sikap aparat lain yang banyak diceritakan orang. Namun, tidak seperti kebanyakan dari mereka, Kivlan mengatakannya secara on-the-record.

“Begitu banyak pensiunan militer—dan yang masih aktif dalam militer—yang bersama FPI ... Karena FPI pun bertujuan melawan komunis.”

Setelah apa yang dia bicarakan tentang penggulingan Jokowi dan mengambil tindakan seperti pada tahun '65, saya bertanya: Apakah Jenderal Gatot—Panglima TNI saat ini—setuju?

"Dia setuju!"

Tapi dia pun menambahkan, sebagai perwira yang masih aktif, Gatot harus “sangat berhati-hati” mengambil sikap di depan publik.

Pernyataan on-the-record Jenderal Kivlan tentang peran Gatot konsisten dengan jenderal-jenderal lain dan para penggerak kudeta, serta dengan pernyataan yang diduga bersumber dari Presiden Jokowi sendiri. Saya pun bertanya kepada seorang pejabat yang memiliki akses rutin ke presiden tentang klaim yang dilontarkan Jokowi, “Apakah Gatot merupakan faktor utama dalam kudeta tersebut?” Pejabat itu menjawab, ya, presiden mengatakan itu, dalam pertemuan tertutup. Gatot tidak merespons permintaan tanggapan untuk artikel ini.

Mengenai bos lamanya, Prabowo, Kivlan berkata: "Dia tak mau dekat-dekat, tetapi dia terlibat melalui Fadli Zon." Prabowo akan kesulitan jika terlihat mesra dengan gerakan itu. Sedangkan mengenai menteri pertahanan Ryamizard Ryacudu, Kivlan bilang "hatinya setuju dengan tujuan kami, tetapi tidak dapat bicara."

Kivlan memuji cara Wiranto menempatkan diri. "Wiranto bagus," katanya, "karena dia mau bikin harmoni dengan gerakan" dan memperjuangkan kepentingan mereka dalam kapasitasnya selaku Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

Kivlan menambahkan bahwa Wiranto, yang terancam dakwaan kejahatan perang di Timor Leste, punya rencana bagus untuk perkara genting yang dihadapi tentara. Ia mendesak Jokowi supaya "tak ada pengadilan HAM."

Elegannya strategi mendorong kudeta itu adalah militer akan menang sekalipun kudeta gagal. Meski Jokowi tetap menjabat presiden, para jenderal akan aman—menurut mereka—dari pengadilan HAM. Sebab, untuk menyingkirkan segerombolan pembunuh, presiden harus merangkul kumpulan jenderal yang tak kalah bengisnya.

Yang terdepan di antara mereka adalah A.M. Hendropriyono, mantan Kepala BIN dan aset CIA, yang terlibat dalam pembunuhan Munir serta serangkaian kejahatan besar lain. Sepanjang krisis ini, orang-orang Hendro-lah (tentara, intelijen, polisi, sipil) yang mengepalai benteng pelindung Jokowi. Orang-orang Hendro-lah yang mengatur penangkapan-penangkapan atas nama kudeta dan memincangkan Rizieq Shihab dengan skandal bokep, juga menghajar sumber-sumber dana gerakan dengan tuduhan pencucian uang ISIS.

Gantinya, Hendro dan konco-konconya memperoleh jaminan kekebalan dari peradilan. Dan dalam aturan aparat, jika mereka aman, semua orang aman. Ada persetujuan diam-diam untuk menolak persekusi terhadap rekan, sekalipun jika kedua pihak bermusuhan.

Pada Februari 2017, di bawah tekanan istana, pengadilan administrasi Jakarta menyatakan bahwa pemerintahan Jokowi bisa menghindari kewajiban hukum merilis laporan tim pencari fakta yang secara terbuka membahas tanggung jawab Hendropriyono dalam perkara pembunuhan Munir. Janda Munir, Suciwati, dan Haris Azhar dari Kontras, mengecam vonis itu dan menyebutnya sebagai usaha "melegalkan kriminalitas".

Dengan gaya yang mirip, gerakan kudeta juga telah membantu Freeport. Sejak tahun lalu, pemerintah Jokowi berupaya menulis ulang kontrak negara dengan Freeport dan mengembalikan hak ekspor mereka. Pada saat yang sama, pemerintah diguncang oleh gerakan yang dipimpin pengacara yang bekerja untuk Freeport.

Pada awal April, setelah gerakan permulaan yang polisi klaim sebagai empat upaya merebut DPR dan Istana, pemerintahan Jokowi mengejutkan dunia politik Indonesia dengan tiba-tiba menyerah kepada Freeport dan memberi lampu hijau ekspor tembaga baru. Mundur tiba-tiba tidak membuat sengketa selesai—lebih dalam lagi, isu mengenai kontrak masih tersisa—tetapi, seperti yang dikatakan pejabat Jokowi kepada saya, pemerintah saat ini merasa posisinya melemah.

Dalam sebuah cerita yang berjudul lucu, “Freeport mendapat karpet merah, sekali lagi,” The Jakarta Post menulis: “Pemerintah berusaha membela keputusannya, meskipun tidak ada dasar hukum yang membelakanginya ... Freeport dinilai telah menghindari peluru lagi.”

Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence akan mengunjungi Indonesia pada 20 April. Staf-staf pemerintahan Jokowi menduga, berbisik-bisik, bahwa tuntutan-tuntutan Freeport akan jadi prioritas utamanya. Salah seorang tokoh gerakan, dalam pertemuan kami Jumat lalu, menatap saya dan berseru: "Pence bakal mengancam Jokowi soal Freeport!"

Freeport Indonesia tidak menanggapi permintaan konfirmasi.

Dalih Penistaan Agama

Kivlan Zen mengejutkan saya ketika menyatakan bahwa Gubernur Ahok telah memberi “sebuah berkah” kepada gerakan tersebut dengan "keseleo lidahnya" terkait Al-Maidah ayat 51.

Photo: Beawiharta/Press Pool via AFP/Getty Images

Dalam penampilan mereka di muka publik, para pemimpin gerakan diharuskan mengklaim mereka selamanya terluka oleh ucapan Ahok. Tapi salah satu dari mereka, dengan senyum simpul, mengakui secara strategis pernyataan Ahok itu mereka terima dengan senang hati, karena ia memungkinkan FPI dan para sponsornya menggeser perimbangan kekuasaan di Indonesia, melesatkan reputasi mereka dari preman jalanan menjadi pakar agama.

Lebih dari itu, saat saya duduk dengan Usamah dan para pimpinan gerakan lain, yang dengan setengah bercanda ia sebut sebagai "politbiro", mereka secara santai berdebat tentang boleh tidaknya nonmuslim memimpin umat Islam. Mereka melakukan itu ketika mendiskusikan Hary Tanoe, yang secara berlebihan mereka puji sebagai pendukung utama gerakan mereka—melalui bantuan dana langsung dan stasiun televisinya, yang kena tegur KPI karena bias politik yang terlalu pro-gerakan secara tak wajar dan ketidakakuratan dalam pemberitaan—dan garis hidup yang mereka bayangkan terhubung dengan Presiden Donald Trump.

Mereka yang berada di ruangan itu satu suara menginginkan pemerintahan Prabowo-Hary Tanoe, Hary sebagai presiden dan Prabowo sebagai wakil, atau sebaliknya, tergantung poling.

Persoalannya, dan sepertinya tidak terlalu mengusik mereka, Hary adalah seorang China-Kristen seperti Ahok. Apabila standar yang mereka tetapkan kepada Ahok dipegang teguh, seharusnya Hary tidak masuk kualifikasi untuk memimpin Jakarta, apalagi Indonesia.  

==========

The Author  : Allan Nairn
Source          : Tirto.ID   

Saturday, May 2, 2015

Sejarah Hukuman Mati

Awal Hukuman mati

Hukuman mati resmi diakui bersamaan dengan adanya hukum tertulis, yakni sejak adanya undang-undang Raja Hamurabi di Babilonia pada abad ke-18 Sebelum Masehi. Saat itu ada ada 25 macam kejahatan yang diancam dengan hukuman mati

Awal hukuman mati diidentifikasi terjadi sekitar abad ke 18 dalam masa kerajaan Hammaurabi di babel. Hukuman mati pada masa ini ditetapkan untuk 25 kategori kejahatan yang berbeda. Tetapi sebelum itu, hukuman mati ini juga sebenarnya sudah terekam abad ke 14 yang terjadi di Athena. Hukuman mati pada masa ini dilaksanakan untuk semua pelanggaran maupun tindak kejahatan. Hukuman mati juga berlaku pada masa kekaisaran romawi yang terjadi sekitar abad ke 12 yang dimana praktik hukuman mati dilakukan dengan berbagai cara seperti penyaliban, ditenggelamkan, dipukuli sampai mati, dibakar hidup-hidup dan dilempari sampai mati.
Perjalan hukuman mati ini termasuk sudah mengalami zaman yang panjang dan berbeda. Sekitar tahun 1066 Raja William atau biasa disebut sebagai William Sang Penakluk (Normandia, Perancis) menghapus istilah hukuman mati (pada masa itu berlaku hukuman gantung) untuk kategori kejahatan apapun namun terkecuali untuk para penjahat perang. Namun tren ini tidak bertahan lama karena pada abad ke 16 dibawah pemerintahan raja Henry VIII, sebanyak 72.000 orang diperkirakan telah dieksekusi dengan berbagai bentuk kejahatan. Beberapa metode hukuman mati pada masa tersebut dilakukan dengan berbagai cara antara lain dibakar di tiang, digantung, pemenggalan, dan quartering. Kebanyakan eksekusi dilakukan karena alasan pelanggaran modal & pajak, tidak mengakui kejahatan, dan pengkhianat kerajaan.
Sementara di Inggris, pada tahun 1700-an telah terjadi 222 pelaku kejahatan yang siap untuk dihukum mati. Kebanyakan para pelaku kejahatan tersebut telah melakukan tindakan seperti mencuri dan menebag pohon. Karena banyaknya pelaku yang akan dieksekusi, pihak juri melakukan klarifikasi ulang dengan mempertimbangkan kejahatan berat dan ringan hingga pada akhirnya sekitar 100 pelaku yang akhirnya jadi dieksekusi.

Hukuman Mati di Amerika
Hukuman mati di Amerika sebenarnya secara langsung juga ada karena pengaruh praktik hukuman mati yang telah terjadi sebelumnya di Inggris. Eksekusi hukuman mati pertama di Amerika diawali dengan eksekusi Kapten George Kendall. Eksekusi dilakukan didaerah koloni Jamestown, Virginia pada tahun 1608. George Kendall dieksekusi karena terlibatnya kendall dalam aktivitas memata-matai (Kendall menjadi mata-mata Spanyol untuk Amerika). Selajutnya hukuman mati telah banyak berlangsung didaerah Amerika, kebanyakan eksekusi dilakukan kepada para peyangkal Tuhan yang pada masa tahun 1600-an penyangkalan kepada Tuhan dianggap sebagai suatu kejahatan.

Gerakan Abolisionisme (The Abolitionist Movement)
Gerakan Abolisionisme menemukan akar (awal mula) dari tulisan para intelektual di Eropa seperti Montesquieu, Voltaire, Bentham, John Bellers dan John Howard. Hingga pada tahun 1967, Cesare beccaria menuliskan sebuah essay yang isinya menentang perbudakan dan HAM. Essay ini memberikan energi baru terhadap revolusi sebuah negara hingga pada akhirnya tulisan ini secara tidak langsung membawa sebuah pergerakan yang disebut sebagai gerakan abolisionisme. Pada masa pergerakannya, gerakan ini juga berimbas terhadap penentangan terhadap praktik hukuman mati yang kejam. Gerakan ini juga secara tidak langsung menjadi alasan penghapusan praktik hukuman mati di Austria dan Toskana (Italia Tengah). Para intelektual di Amerika juga dipengaruhi oleh tulisan Cesare beccaria yang berimbas terhadap pembentukan RUU oleh Thomas Jefferson. RUU ini dibentuk sebagai revisi terhadap UU hukuman mati di Virginia.
Dr. Benjamin Rush juga seorang yang terpengaruh atas konsep yang dibentuk oleh Cesare Beccaria. Rush menentang keyakinan bahwa hukuman mati berfungsi sebagai tindakan pencegah kejahatan. Bahkan, Dia menyatakan bahwa efek hukuman mati justru meningkatkan tindakan pidana. Rush mendapat dukungan dari Benjamin Franklin dan Jaksa Agung Philadelphia, William Bradford. Bradford, yang kemudian menjadi Jaksa Agung AS meyatakan penghapusan terhadap hukuman mati pada tahun 1794 di Pennsylvania. Hingga secara resmi pada tahun 1794, praktik hukuman mati secara resmi dihapuskan didaerah Pennsylvania untuk seluruh kategori kejahatan terkecuali untuk kasus pembunuhan tingkat pertama.




Sources
Amnesty International, "List of Abolitionist and Retentionist Countries," Report ACT 50/01/99, April 1999
D. Baker: "A Descriptive Profile and Socio-Historical Analysis of Female Executions in the United States: 1632-1997"; 10(3) Women and Criminal Justice 57 (1999)
R. Bohm, "Deathquest: An Introduction to the Theory and Practice of Capital Punishment in the United States," Anderson Publishing, 1999.
"The Death Penalty in America: Current Controversies," H. Bedau, editor, Oxford University Press, 1997.
K. O'Shea, "Women and the Death Penalty in the United States, 1900-1998," Praeger 1999.
W. Schabas "The Abolition of the Death Penalty in International Law," Cambridge University Press, second edition, 1997.
"Society's Final Solution: A History and Discussion of the Death Penalty," L. Randa, editor, University Press of America, 1997.

V. Streib, "Death Penalty For Female Offenders January 1973 to December 2002," Ohio Northern University, 2003.

Thursday, November 27, 2014

Perbedaan D4 dan S1

D4 itu setara dengan S1 tapi berbeda




Menanggapi thread D4 tidak diakui lembaga pemerintah, ijinkan saya untuk meluruskan beberapa hal.
Benar bahwa D4 mempunyai kualifikasi yang sama dengan S1. Namun mari kita ketahui apa arti kualifikasi itu. 
Berdasarkan borang pengajuan ijin prodi bisa kita pahami apa definisi dari kualifikasi. 


KUALIFIKASI adalah pengakuan terhadap seseorang yang telah mencapai learning outcomes (hasil pembelajaran) atau kompetensi yang relevan sesuai dengan kebutuhan stakeholders (individual, komunitas, profesi, atau industri). Dalam hal ini KUALIFIKASI adalah gelar (sertifikasi formalnya adalah ijazah) yang diperoleh seseorang setelah menyelesaikan pendidikan formalnya pada jenjang yang dimaksud.


KOMPETENSI adalah kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan standard kinerja di tempat kerja secara konsisten, dalam hal ini lebih cenderung kepada menjelaskan skill (ketrampilan) yang bersangkutan. Pengakuan atau sertifikasi formal atas kompetensi ini adalah sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi dapat diberikan oleh lembaga sertifikasi, lembaga pelatihan, atau perguruan tinggi, baik atas dasar undang-undang atau pun kesepakatan antara perguruan tinggi dan asosiasi profesi atau lembaga sertifikasi.


D4 memiliki KUALIFIKASI yang sama dengan S1, namun KOMPETENSI-nya berbeda.
Mari kita lihat UU Nomor 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi

Pasal 16
(1)
Pendidikan vokasi merupakan Pendidikan Tinggi
program diploma yang menyiapkan Mahasiswa untuk
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai
program sarjana terapan.
(2)
Pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikembangkan oleh Pemerintah sampai
program magister terapan atau program doktor
terapan.


Bandingkan dengan Pendidikan Sarjana


Pasal 18(1)Program sarjana merupakan pendidikan akademikyang diperuntukkan bagi lulusan pendidikanmenengah atau sederajat sehingga mampumengamalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologimelalui penalaran ilmiah.(2)Program sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)menyiapkan Mahasiswa menjadi intelektual dan/atauilmuwan yang berbudaya, mampu memasukidan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampumengembangkan diri menjadi profesional. 

Baca perlahan dan pahami perbedaan tujuan antara pendidikan vokasi dan non vokasi.
Mari kita lihat lagi penjelasan UU ini :

Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pendidikan vokasi” adalah
pendidikan yang menyiapkan Mahasiswa menjadi
profesional dengan keterampilan/kemampuan kerja
tinggi.
Kurikulum pendidikan vokasi disiapkan bersama dengan
Masyarakat profesi dan organisasi profesi yang
bertanggung jawab atas mutu layanan profesinya agar
memenuhi syarat kompetensi profesinya.
Dengan demikian pendidikan vokasi telah mencakup
pendidikan profesinya.

Sekarang mari kita simak Perpres 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Kita harus bangga, bangsa ini sudah punya KKNI Qualification Framework, jadi kita siap "disetarakan" dengan lulusan luar negeri. 

Pasal 5
Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan me
lalui pendidikan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri atas:
a. lulusan pendidikan dasar setara dengan jenjang 1;
b. lulusan pendidikan menengah paling rendah setara dengan jenjang 2;
c. lulusan Diploma 1 paling rendah setara dengan jenjang 3;
d. lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan jenjang 4;
e. lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan jenjang 5;
f. lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6

KKNI menjadi tugas Perguruan Tinggi dalam menyusun kurikulum. Juga untuk mengevaluasi kurikulum yang berjalan, misal D3 learning oucomesnya sama seperti SMK, ya harus dibenahi. Tim KKNI sering mengambil contoh "kelatahan" perguruan tinggi membuat program tanpa melakukan evaluasi dulu. Misal D3 dianggap kurang mumpuni maka dibuat program D4 tanpa melihat apakah D3-nya yang terlalu "rendah" learning outcomesnya sehingga kompetensi D3 11-12 dengan SMK.

Jadi D4 dan S1 itu setara/sederajat, tapi ingat tujuan pendidikannya berbeda, jenis pendidikannya berbeda, kurikulumnya berbeda, learning outcomesnya berbeda. Mari kita analogikan SMA dan SMK. Semua pasti paham SMA setara dengan SMK, tapi semua pasti tahu SMA berbeda dengan SMK.
Lalu kenapa lowongan S1 tidak bisa diisi D4 dan sebaliknya. Lowongan pekerjaan berkaitan dengan job des tertentu, kompetensi tertentu. Jika yang diminta adalah S1 maka tidak bisa diisi dengan D4. Pun juga sebaliknya.
Sebuah perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang ahli dan terampil memasang baut maka dia akan ambil lulusan vokasi (bisa D3 atau D4).
Tetapi jika membutuhkan tenaga kerja yang ahli menentukan metode memasang baut yang efisien sesuai karakteristik baut dia ambil S1.
Itu contoh gampang dan awam, coba dipahami perlahan.
















Sumber : http://www.kaskus.co.id/thread/5255247d3ecb171208000007/d4-itu-setara-dengan-s1-tapi-berbeda-lho-gan








Tuesday, November 18, 2014

Tim Pemberantasan Mafia Migas

Memaknai “Tim Pemberantasan Mafia Migas”



Faisal Basri

Minggu (16/11/2014) saya diberi amanah oleh Menteri ESDM untuk memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Sektor Migas. Di media sosial muncul sebutan Tim Pemberantasan Mafia Migas.
Apa pun sebutannya, tim ini mengemban empat tugas pokok. Pertama, mengkaji seluruh kebijakan dan aturan main tata kelola migas dari hulu hingga hilir yang memberi peluang mafia migas beroperasi secara leluasa. Kedua, menata ulang kelembagaan, termasuk di dalamnya memotong mata rantai birokrasi yang tidak efisien. Ketiga, mempercepat revisi UU Migas dan memastikan seluruh substansinya sesuai dengan Konstitusi dan berpihak pada kepentingan rakyat. Keempat, mendorong lahirnya iklim industri migas di Indonesia yang bebas dari para pemburu rente di setiap rantai nilai aktivitasnya.
Setelah membaca tugas pokok yang diemban, serta merta saya teringat ucapan Alexis de Tocqueville: “A democratic power is never likely to perish for lack of strength or of its resources, but it may very well fall because of the misdirection of its strength and the abuse of its resources.”
Ada cukup banyak pertanda kita mengalami fenomena resources curse. Tak dinyana, sekarang Indonesia menjadi pengimpor bensin dan solar terbesar di dunia. Produksi minyak mentah rerata Januari-September 2014 tinggal 792.000 barrel sehari, mengalami penurunan secara persisten dari tingkat tertingginya sekitar 1,6 juta barel per hari tahun 1981. Sebaliknya, konsumsi minyak meroket dari hanya 396.000 barrel sehari tahun 1980 menjadi lebih dari 1,6 juta barel tahun 2013.
Sudah 20 tahun Indonesia tidak membangun kilang baru. Kilang yang ada sudah uzur, bahkan masih ada yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial. Akibatnya impor bahan bakar minyak (BBM) kian menggerogoti devisa negara. Tahun 2013 impor BBM mencapai 28,6 miliar dollar AS. Padahal tahun 2001 baru 2,6 miliar dollar AS. Berarti hanya dalam waktu 12 tahun impor BBM naik sebelas kali lipat. Tekanan semakin berat karena sejak tahun 2013 Indonesia sudah mengalami defisit minyak mentah.
Ketahanan energi kita terkikis. Sepuluh tahun lalu kapasitas tangki penyimpanan BBM bisa untuk memenuhi kebutuhan 30 hari, sedangkan sekarang hanya 18 hari. Kita sama sekali tidak memiliki cadangan strategis.
Kita memang tidak sekaya negara-negara Timur Tengah, Russia, dan Amerika Serikat. Namun, di antara negara ASEAN, Indonesia terbilang paling kaya walaupun cadangan terbukti hanya sekitar 3,6 miliar barrel. Dengan tingkat produksi sekarang, cadangan itu bakal habis dalam 13 tahun. Jika tidak ada eksplorasi, cadangan potensial sebanyak 3,7 miliar barrel tidak akan menjelma sebagai cadangan terbukti (proven reserves).
Migas bukan sekedar sumber energi, melainkan juga sebagai pundi-pundi penerimaan negara atau penopang APBN. Ironisnya, subsidi BBM sudah jauh melampaui penerimaan negara dari bagi hasil minyak dan pajak keuntungan perusahaan minyak.
Subsidi BBMlah yang membuat primary balance dalam APBN sudah mengalami defisit sejak 2012. Lebih ironis lagi, dalam sepuluh tahun terakhir, sembilan tahun terjadi subsidi BBM lebih besar dari defisit APBN. Secara tak langsung bisa dikatakan sebagian subsidi BBM sudah dibiayai dengan utang pemerintah.
Salah urus pengelolaan migas berimbas pula terhadap kemampuan industri. Karena tidak membangun kilang selama puluhan tahun, Indonesia kehilangan kesempatan menghasilkan produk ikutan dari BBM, yakni konsensat yang merupakan bahan baku utama industri petrokimia. Industri ini merupakan salah satu pilar utama industrialisasi. Tak heran kalau selama satu dasawarsa terakhir pertumbuhan industri manufaktur hampir selalu lebih rendah dari pertumbuhan PDB. Akibat lainnya, impor plastik dan barang dari plastik dan produk kimia organik relatif besar, masing-masing terbesar keempat dan kelima.
Sudah saatnya kita menata ulang sektor migas. Kondisi yang kian memburuk berkelamaan terutama disebabkan oleh menyemutnya berbagai kelompok kepentingan (vested interest) yang melakukan praktisi pemburuan rente (rent seeking).
Hanya dengan penguatan institusi agar para elit tidak leluasa merampok kekayaan negara kita bisa mewujudkan cita-cita sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tugas sejarah kita mentransformasikan dari exclusive conomic and political institutions menjadi inclusive political and economic institutions.
Semoga kekayaan alam kita menjadi berkah, bukan kutukan, bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Itulah barangkali makna dari penugasan Tim Pemberantasan Mafia Migas. Kesempatan emas untuk menata sektor migas secara total.
Mohon dukungan kita semua.

Monday, November 17, 2014

LNG (Liquefied natural gas) DI INDONESIA


Kebijakan dan Prakteknya 


Sumbangan Tommy Tumbelaka 

Ditulis kembali oleh: Berlian T.P. Siagian 




Pemerintah harus segera menggalakkan LNG dimulai dari LNG untuk 15.000 kapal berbendera indonesia bisa dikemas dalam bentuk kontainer 20" dan 40". Kemasan demikian dapat dipakai untuk berlayar round trip selama 30 sd 90 hari. Selain untuk kapal2 dan tanker2 Indonesia, LNG juga digunakan untuk menjalankan kereta api, truk, bus dan alat2 berat. 
Apabila ada keinginan politik, pada bulan Juli 2015 LNG program konversi dapat dijalankan. 
Manfaatkan LNG Tangguh untuk PLN akan memangkas min. 5.500.000 kilo liter BBM yang dibeli PLN dengan harga MOPS + 9,5%/ barrel sebagai BBM termahal di dunia ...bukan lagi BBM subsidi. 




Fasilitas LNG di Banten harus segera diadakan karena memiliki pasar pembangkit listrik yang besar berkapasitas 5.000MW yang sudah lengkap dengan fasilitas transmisinya. 

PLN sudah saatnya menggalakkan anak2 perusahaannya dalam mencari partner2 strategis supaya dapat memangkas proses2 tender yang melelahkan dan sudah menghambat pembangunan pembangkit listrik berkapasitas puluhan ribu Megawatt. 

PLN harus transparan mengenai semua hambatan yang dialami PLN seperti 10.000 Megawatt Tahap Pertama dengan China. 
PLN perlu membeberkan semua hambatan2 dalam pembangunan PLTU Sumatra 1 s/d 9 semuanya supaya 250 juta rakyat Indonesia mengetahui siapa2 saja sesungguhnya yang menghambat pembangunan pembangkit listrik yang direncanakan PLN. 

Rencana 400 kargo LNG tangguh for PLN selama 20 tahun siap didukung perusahaan swasta nasional yang sangat mampu menyiapkan floating receiving terminal berkapasitas 170.000 m3 yang setara dengan 4.000.000 MMBTU yang dapat menghasilkan tenaga listrik sebesar 6.000 Megawat dengan fasilitas pembangkit tenaga listrik system Through Put Fee dengan investasi tanpa memakai uang negara maupun PLN. 


Dengan sistim ini harga jual LNG CIF ke power plant PLN dapat dilakukan oleh swasta dengan harga maximum USD. 17/MMBTU. Apabila pembangkit listrik setara tetap menggunakan BBM tanpa konversi ke gas maka biayanya harus USD 33/MMBTU. Perlu dicatat bahwa harga beli BBM oleh PLN dari Pertamina terhitung sangat mahal. 

Program konversi Solar ke Gas ini, kalau di jalankan dengan baik akan menghemat uang negara sebesar Rp. 1,5 T/ hari atau Rp. 547 T/tahun. 
Subsidi saat ini yang sudah mencapai Rp. 400 T. Kalau hal ini dijalankan, maka kita dapat keluar dari kemelut BBM untuk PLN dan terhindar dari prektek pengadaan BBM Separoh nyolong yang dilakukan oleh mafia migas. Temuan ini analisa ini adalah solusi nyata dan positip untuk negara 


Salam! 

Jakarta, 14 Nov 2014.

 
Design by Jery Tampubolon | Bloggerized by Jery - Rhainhart Tampubolon | Indonesian Humanis